Sabtu, 06 Juni 2015

Begini Ceritanya: Asmara Nyi Kasmilah.

DALAM usia nyaris kepala 6 agaknya Drajad, 58,  sudah tidak bisa lagi memuaskan istrinya. Tak tahan menahan kebutuhan yang mendasar, Ny. Kasmilah, 50, pun nekad memasukkan PIL muda ke kamarnya di lembah Code, bilangan Kotabaru (Yogyakarta). Begitu ketangkap basah, pasangan mesum itu dibawa ke Polres dengan mobil patroli.

Kata orang, dalam urusan libido atau syahwat kaum lelaki tak mengenal pensiun. Sampai usia berapa pun dia masih mampu, meski frekwensinya sudah menurun. Beda dengan kaum Hawa, ketika menepause (berhenti haid) sudah terjadi atas dirinya, dia tidak maju lagi dalam urusan “kebutuhan” suami istri yang paling mendasar. Tentu saja “dalil” itu kadang terjadi aksioma juga, di mana baik suami maupun istri keluar dari kebiasaan tersebut.

Lelaki yang masuk dalam “aksioma” ini di antaranya Drajad, warga Kampung Code Utara, Katabaru, Gondokusuman, Yogyakarta. Baru 2 tahun pensiun sebagai PNS, dia rupanya sudah ikut-ikutan pensiun dalam urusan ranjang. Kalau pun masih ada, sifatnya hanya insidentil, tidak menentu dalam sebulan. Kadang ada, kadang tidak, tapi yang banyakan justru tidaknya. Maklum, di kota budaya seperti Yogyakarta, hiburan lain begitu banyak. Nyetel radio misalnya, programa 4 RRI Yogyakarta seharian isinya siaran yang memanjakan kuping orang Jawa.

Beda pula dengan Ny. Kasmilah istrinya. Meski usia sudah kepala 5, dia masih sangat merindukan kehangatan malam. Sayangnya, suami sudah tidak bisa memberikan sebagaimana mustinya. Bagaimana nggak kelara-lara (korban perasaan), dia merindukan sentuhan suami malam itu, eh Drajad malah sibuk kruack-kruick cari gelombang radio. Nyetel oyon-uyon atau wayang kulit dari Radio Retjo Buntung. Di luar dia nyetel Pangkur Jenggleng, padahal di kamar istri kepengin “dijenggleng” suaminya juga.

Seminggu dua minggu masih tahan, kalau berbulan-bulan? Akhirnya Kasmilah nekad mencari PIL, yang masih muda dan enerjik. Lelaki itu adalah Ngadiso, 30, tetangga sendiri di lembah Code. Anehnya, sicowok mau juga melayani nenek-nenek ini. Atau ada dua kemungkinan penyebabnya. Jika bukan karena Kasmilah masih nampak lebih muda dan cantik, kemungkinan besar Ngadiso lelaki pencinta benda kuno. Jangan-jangan dia memang kuliah  pada Fakultas Ilmu Budaya jurusan purbakala.

Demikianlah, sekali waktu Ngadiso pernah diajak masuk hotel daerah Giwangan, dekat terminal bis. Ternyata tongkrongan anak muda ini memang sesuai dengan “tangkringan”-nya, sehingga Ny. Kasmilah semakin ketagihan. Seminggu tak ketemu dengan Ngadiso, rasanya seperti ibu rumahtangga yang ditinggalkan bawang dan brambang gara-gara harganya menggila sampai 4 kali lipat.

Entah kenapa, pas tak ada uang atau bagaimana, kali ini Kasmilah justru mengajak gendakannya “bercengkerama” di kamar rumah sendiri. Mentang-mentang suami sedang pergi ronda malam. Padahal, di kala keduanya sedang asyik masyuk bergulat antara hidup dan mati, aksi mesum itu dipergoki oleh anaknya sendiri. Keruan saja si bocah segera lapor pada ayahnya. “Pak, Pak, galo kae sibu lagi njathil karo Ngadiso….,” begitu kira-kira sibocah saat lapor kepada ayahnya.

Drajad segera pulang dan bersama tetangga pasangan mesum itu digerebek. Polisi yang dilapori segera mengangkut keduanya ke mobil patroli. Sebagai barang bukti, disita pula dua celana dalam dan sarung. Dalam pemeriksaan Kasmilah maupun Ngadiso mengaku apa adanya, tapi katanya baru dua kali ini aksi mesum itu dilakukan. Pertama di sebuah hotel dan kedua di rumah sendiri.

Bawa “jago” ke kamar sendiri, sama saja bunuh diri tante :D

Sumber: Artikel Lawas Pos Kota.

Jumat, 05 Juni 2015

Begini Ceritanya: Ikatan Dinas Ala Paklik Marsudi

SEKOLAH  yang dibiayai negara, itu namanya Ikatan Dinas (ID). Tapi kalau ID model Paklik Marsudi, 40 (bukan nama sebarnya), dari Bojonegoro (Jatim) lain lagi. Dia sanggup membiayai sekolah ponakan, asal Yayuk, 19 (bukan nama sebarnya), mau dibuat “penak-penakan”. Prakteknya, sekolah gagal, malah kini dikawinkan dadakan dengan pemuda lain karena keburu hamil.

Menjadi siswa Ikatan Dinas memang enak. Sekolah dibiayai negara, setelah lulus langsung ditempatkan. Jadi tidak perlu pusing-pusing lagi seperti yang lain. Sudah lulus sarjana S1, mondar-mandir cari kartu kuning dan ngurus kelakuan baik, ngelamar ke sana kemari tak ada yang diterima. Walhasil, di samping titel akademik di belakang namanya, di depan ditambah lagi “titel” DRS alias: di rumah saja.

Yayuk gadis dari Desa Bumiayu Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro, tak mau bernasib seperti itu. Kuncinya, sekolah yang pintar, bukan sekedar ijasah-ijasahan. Lalu banyak membuat jaringan dan hubungan dengan teman. Namun, untuk sekolah dan menjadi pintar kan harus pakai biaya? Duitnya dari mana, karena orangtuanya yang hanya petani miskin, tak mungkin membiayai dirinya hingga perguruan tinggi.

Lalu hadirlah Marsudi, paman Yayuk dari ibu. Dia melihat bahwa sang ponakan sedang gundah gulana karena tak bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Dengan status ekonomi yang lebih lumayan, dia ingin membantu kesulitan anak daripada kakaknya itu. “Wis Yuk, gak usah dipikirna. Engko aku sing ngragadi (sudahlah, tak usah dipikirkan, biar aku yang membiayai),” kata Marsudi yang tentu saja bikin hati Yayuk berbunga-bunga.

Tapi di dunia ini tak ada yang gratis kecuali kentut dan menguap. Meski Marsudi adalah paman sendiri, dia tega sekali minta fee tertentu untuk jasa itu. Berupa apa? Harus kerja di rumah paman, atau apa? Bukan disuruh kerja, tapi mau “dikerjain” sebagai layaknya suami istri. Tentu saja Yayuk terperanjat. Tapi karena dia ingin bisa kuliah di perguruan tinggi sebagaimana teman-teman, “ikatan dinas” model Paklik Marsudi itu diterima juga.

Kenapa sih, Marsudi kok tega ngremus (makan) ponakan sendiri? Ya karena Yayuk memang cantik, putih, bodi seksi. Pokoknya mengingatkan pada Yayuk Camalin putri Solo yang jadi model iklan Jamu Jago tahun 1970-an. Dan namanya laki-laki yang jadi budak setan, urusan perempuan cantik selalu mengalahkan segalanya, termasuk logika dan etika. “Justru ponakan itu Bleh, layak buat “penak-penakan,” kata setan mengompori Marsudi.

Begitulah, Yayuk benar-benar kuliah di perguruan tinggi swasta. Tapi di sela kuliah, dia harus melayani aspirasi urusan bawah sang paman. Jadi, di kala studinya baru di semester satu, dia selalu “dismash” paman di ranjang. Lantaran smash-smash Marsudi itu selalu tajam menukik, tahu-tahu hamil. Tentu saja paman celamitan ini jadi kelabakan, karena tak mungkin dia menikahi ponakan sendiri.

Untung Marsudi segera menemukan solusinya. Buru-buru Yayuk dinikahkan, lelaki pengantin figurannya adalah Hardi, 25, pemuda setempat.  Anak muda itu baru sadar hanya dijadikan “generasi penerus” saat hendak mbelah duren di malam pertama. Sewaktu durian montong itu dibelah, lho kok perut Yayuk sudah membesar? Ngakulah Yayuk bahwa itu semua sebagai hasil “ikatan dinas” bersama paman Marsudi. Tentu saja Hardi tak terima, sehingga kasus ini dilaporkan ke Polsek Baureno.

Kalau kambing, beli dapat yang hamil malah untung :D